"Waktunya sekarang Bapak untuk banyak terlibat dalam kegiatan kami. Dan keterlibatan itu semoga menjadi bagian dari Bapak untuk aksesbilitas di masa depan Bapak." Demikian petuah kepada saya untuk menjadi pembuka sebuah aktivitas di lembaga pendidikan swasta.
"Mohon maaf Pak. Karena mungkin saya tidak dapat banyak memberikan kontribusi maksimal. Baik waktu dan pemikiran. Dan semua itu karena keterbatasan yang saya punyai." Jawab saya saat itu. Mengingat saya adalah karyawan full time di sebuah lembaga yang wajib untuk memenuhi ketentuan sebagai pegawai tetap. Selain itu saya juga kawatir bahwa sedikit sekali kapabilitas yang pasti dapat saya kontribusikan. Dan karena itu, saya mohon untuk tidak lagi menjadi bagian dari keterlibatan di masa berikutnya.
"Sayang kalau Bapak harus berhenti sampai disini Pak. Kompetensi Bapak belum maksimal. Bukankah ini nantinya juga menjadi 'jalan' bagi Bapak untuk dapat berkiprah lebih lanjut?" Begitu nasehat terakhir yang saya dapatkan ketika saya benar-benar harus menyudahi keterlibatan saya.
Dan benar saja. Saya benar-benar menyudahi kegiatan 'tambahan' itu untuk kemudian berkhidmat kepada tugas pokok saya sebagai pegawai tetap yang memberikan imbalan penuh kepada saya sebagaimana kontrak yang saya dapatkan di awal saya berkarir.
"Bapak sebenarnya dapat menjadikan kiprah Bapak itu sebagai modal lebih dikenal masyarakat Indonesia, khususnya di dunia pendidikan di masa mendatang?" Demikian nasehat berikutnya yang saya dapatkan dari teman seperjuangan.
"Maaf, saya menghindari untuk terlalu banyak menyampaikan sesuatu kepada banyak orang. Saya takut akan kalimat saya. Takut tidak dapat memilih dan memilah kata dan kalimat mana yang memang testimonial atau sekedar slogan. Karena itu, saya fokus kepada tugas utama dan tugas sendiri. " Begitu tekad saya.
"Bapak merasa cukup seperti sekarang yang Bapak sudah berada?" Begitu kalimat terakhir yang saya dengar dari teman, yang kemudian memang benar-benar saya tinggalkan. Karena saya yakini benar bahwa dikenal bukan menjadi cita-cita dan impian saya.
Jakarta, 7 Oktober 2015.
No comments:
Post a Comment