Sekolah sebagai komunitas sosial, menuntut untuk berhubungan satu sama lainnya. Saling hubung, saling melihat, saling bertemu, saling betukar pikiran. Pendek kata sulit bagi sekolah untuk menyembunyikan kekhasannya hanya menjadi milik sendiri. Walau harus saya akui, ada beberapa sekolah yang tampaknya begitu pelit dengan apa yang mereka miliki atau mereka capai untuk kemudian dibagi kepada kita yang menjadi pengagumnya, sahabatnya atau mungkin tetangganya.
Tapi saya mencobanya untuk memahami argumentasi mereka. Karena mungkin sekali apa yang mereka capai dan miliki sekarang ini adalah akibat dari perjuangan sebelumnya. Baik perjuangan material dan atau perjuangan immaterial. Semua menjadi logis untuk tertutup dan pelit.
Namun saya melihat dengan cara yang berbeda. Saya berpikir bahwa sebuah pencapaian atau hasil memang benar sebuah akhir proses perjuangan. Tetapi jika ruh perjuangan dan pergerakan proses yang menjadi inti dari sebuah pencapaian, bukankah hasil akhir itu adalah relatif? Dan ini yang menjadi keyakinan saya.
Karena hasil akhir dari sebuah perjalan tersebut adalah relatif dan karena ruh perjuangan adalah inti dari sebuah proses yang kemudian saya sebut sebagai etos, maka hasil kami pada tahun pelajaran ini tentu akan bergeser koordinatnya pada hasil dan kualitas kami pada tahun pelajaran berikutnya. Dan tentunya titik koordinat tersebut bukan memburuk atau degradasi tetapi membaik ke arah positif.
Dan kalau demikian, maka teman, sahabat, tetangga atau tamu yang tiba-tiba datang di sekolah kami selalu kami sambut dengan tangan terbuka. Mereka bahkan hingga tahu dimana kami memesan barang yang kami perlukan.
Dan dari hal ini juga saya menerima masukan dari tamu tentang apa yang dapat kami rengkuh untuk lebih baik lagi di masa mendatang. Inilah yang saya maksudkan dengan ETOS.
Untuk itulah semua hal ihwal yang berkenaan dengan kebaikan yang ingin kami capai, saya mengajak seluruh teman untuk seing. Dan dari seing saya minta mereka untuk bergerak menuju dan menjadi believing. Dan ketika tahapan ini selesai, kami akan bersama-sama merekonstruksi perjalanan. Nyaris tidak ada pola copy dan paste dalam melahirkan etos. Karena copy dan paste merupakan budaya instan. Dan budaya instan hanya melahirkan kebohongan serta ketidakjujuran.
Etos yang lahir dari sebuah proses perjuangan inilah yang menjadi impian saya dalam membentuk komunitas. Saya yakin, dengan kelahiran etos melalui proses ini, ia menjadi kekuatan yang tidak akan menimbulkan ketakutan bagi perilaku mencontek. Tidak pelit ketika tamu datang dan meminta keterangan tentang bagaimana cara membuat ini atau itu. Terbuka dalam bersahabat.
Setidaknya, inilah yang saya yakini pada hari ini tentang membangun sebuah komunitas.
Jakarta, 5 Januari 2010.
Tapi saya mencobanya untuk memahami argumentasi mereka. Karena mungkin sekali apa yang mereka capai dan miliki sekarang ini adalah akibat dari perjuangan sebelumnya. Baik perjuangan material dan atau perjuangan immaterial. Semua menjadi logis untuk tertutup dan pelit.
Namun saya melihat dengan cara yang berbeda. Saya berpikir bahwa sebuah pencapaian atau hasil memang benar sebuah akhir proses perjuangan. Tetapi jika ruh perjuangan dan pergerakan proses yang menjadi inti dari sebuah pencapaian, bukankah hasil akhir itu adalah relatif? Dan ini yang menjadi keyakinan saya.
Karena hasil akhir dari sebuah perjalan tersebut adalah relatif dan karena ruh perjuangan adalah inti dari sebuah proses yang kemudian saya sebut sebagai etos, maka hasil kami pada tahun pelajaran ini tentu akan bergeser koordinatnya pada hasil dan kualitas kami pada tahun pelajaran berikutnya. Dan tentunya titik koordinat tersebut bukan memburuk atau degradasi tetapi membaik ke arah positif.
Dan kalau demikian, maka teman, sahabat, tetangga atau tamu yang tiba-tiba datang di sekolah kami selalu kami sambut dengan tangan terbuka. Mereka bahkan hingga tahu dimana kami memesan barang yang kami perlukan.
Dan dari hal ini juga saya menerima masukan dari tamu tentang apa yang dapat kami rengkuh untuk lebih baik lagi di masa mendatang. Inilah yang saya maksudkan dengan ETOS.
Untuk itulah semua hal ihwal yang berkenaan dengan kebaikan yang ingin kami capai, saya mengajak seluruh teman untuk seing. Dan dari seing saya minta mereka untuk bergerak menuju dan menjadi believing. Dan ketika tahapan ini selesai, kami akan bersama-sama merekonstruksi perjalanan. Nyaris tidak ada pola copy dan paste dalam melahirkan etos. Karena copy dan paste merupakan budaya instan. Dan budaya instan hanya melahirkan kebohongan serta ketidakjujuran.
Etos yang lahir dari sebuah proses perjuangan inilah yang menjadi impian saya dalam membentuk komunitas. Saya yakin, dengan kelahiran etos melalui proses ini, ia menjadi kekuatan yang tidak akan menimbulkan ketakutan bagi perilaku mencontek. Tidak pelit ketika tamu datang dan meminta keterangan tentang bagaimana cara membuat ini atau itu. Terbuka dalam bersahabat.
Setidaknya, inilah yang saya yakini pada hari ini tentang membangun sebuah komunitas.
Jakarta, 5 Januari 2010.
No comments:
Post a Comment