Beberapa tahun yang lalu, saya diminta untuk menemani barisan manajemen di sebuah sekolah swasta di Provinsi Serang saat melakukan diskusi panel dengan beberapa guru yang terpilih sebagai wakil diantara teman-temannya.
Kegiatan ini menjadi pilihan yang saya rekomendasikan kepada pemegang amanah di sekolah tersebut untuk tujuan menemukan 'ruh' yang ada pada guru-gurunya. Ini penting, ketika sekolah tersebut bermaksud untuk melakukan sebuah pengembangan. Dan agar arah pengembangan tidak menjadi sesuatu yang kotraproduktif maka diperlukan informasi yang akurat tentang dan bagaimana guru yang ada.
Untuk itu maka kegiatan ini semacam self reflection sekaligus self assessment. Dan kerena keterbatasan waktu, maka tidak semua guru menjadi wakil dari semua guru yang ada. Tetapi guru yang menjadi koordinator kita sertakan ditambah dengan guru yang terpilih melalui metode arisan.
Ada 3 tahap pelaksanaan diskusi panel tersebut. Setiap tahap menyertakan 6 guru dengan 3 dari kami yang memakan waktu diskusi lebih kurang 2 hingga 3 jam. Suasana dibuat cair. Sebagai permulaan, saya menyampaikan beberapa hal yang menjadi aturan dalam diskusi panel tersebut. Antara lain seperti; Semua peserta jangan takut untuk menyampaikan sesuatu namun selalu dengan semangat solusi. Sebagai jaminan untuk tidak takut, saya pasang badan untuk menjadi advokat mereka jika dikemudian hari ada sesuatu yang tidak menyenangkan.; Semua harus memiliki semangat yang sama yaitu menjadi bagian dari sistem. Sehingga tidak dikehendaki pandangan dari komentator.
Peristiwa itu, benar-benar memberikan pelajaran berharga kepada saya. Baik saya sebagai pribadi ataupun saya sebagai teman diskusi atau juga saya sebagai bagian dari mereka. Banyak sekali informasi dan gagasan cerdas mereka sampaikan dengan bahasa yang santun. Banyak sekali masukan membangun yang menyentuh. Banyak juga cara pandang berbeda untuk sebuah fakta yang ada. Saya menikmati peristiwa itu.
Dan salah satu sudut pandang yang menjadikan semua itu indah adalah ketika seorang Ibu guru menceritakan pengalamannya kepada kami peserta diskusi.
Beginilah cerita itu: "Saya bersyukur dapat menjadi bagian dari sekolah ini. Enam bulan pertama menjadi guru di sekolah ini saya lalui dengan baik. Hingga suatu sore saat seluruh siswa kembali ke rumah masing-masing. Saya sedang merapikan kelas dan kepala sekolah datang bertanya kepada saya:
Belum pulang Bu? Tegur kepala sekolah.
Sebentar lagi Bu.
Bagaimana kabar ibu setelah enam bulan menjadi guru di sini? Saya lihat display kelas Ibu bagus dan tertata baik. Adakah kesulitan atau hambatan yang bisa saya bantu?
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Ibu kepala sekolah itu. Saya hanya mengangguk pelan sembari senyum. Ada kata tidak yang lirih saya ucapkan. Sapaan Ibu kepala sekolah benar-benar telah menyentuh hati saya. Saya meneteskan air mata setelah sendiri di dalam kelas".
Begitulah sepenggal cerita yang juga membuat saya berpikir, bahwa sesungguhnya guru adalah juga siswa bagi kita yang kepala sekolah. Untuk itu maka, menjadilah kepala sekolah yang dicintai oleh para gurunya.
Kegiatan ini menjadi pilihan yang saya rekomendasikan kepada pemegang amanah di sekolah tersebut untuk tujuan menemukan 'ruh' yang ada pada guru-gurunya. Ini penting, ketika sekolah tersebut bermaksud untuk melakukan sebuah pengembangan. Dan agar arah pengembangan tidak menjadi sesuatu yang kotraproduktif maka diperlukan informasi yang akurat tentang dan bagaimana guru yang ada.
Untuk itu maka kegiatan ini semacam self reflection sekaligus self assessment. Dan kerena keterbatasan waktu, maka tidak semua guru menjadi wakil dari semua guru yang ada. Tetapi guru yang menjadi koordinator kita sertakan ditambah dengan guru yang terpilih melalui metode arisan.
Ada 3 tahap pelaksanaan diskusi panel tersebut. Setiap tahap menyertakan 6 guru dengan 3 dari kami yang memakan waktu diskusi lebih kurang 2 hingga 3 jam. Suasana dibuat cair. Sebagai permulaan, saya menyampaikan beberapa hal yang menjadi aturan dalam diskusi panel tersebut. Antara lain seperti; Semua peserta jangan takut untuk menyampaikan sesuatu namun selalu dengan semangat solusi. Sebagai jaminan untuk tidak takut, saya pasang badan untuk menjadi advokat mereka jika dikemudian hari ada sesuatu yang tidak menyenangkan.; Semua harus memiliki semangat yang sama yaitu menjadi bagian dari sistem. Sehingga tidak dikehendaki pandangan dari komentator.
Peristiwa itu, benar-benar memberikan pelajaran berharga kepada saya. Baik saya sebagai pribadi ataupun saya sebagai teman diskusi atau juga saya sebagai bagian dari mereka. Banyak sekali informasi dan gagasan cerdas mereka sampaikan dengan bahasa yang santun. Banyak sekali masukan membangun yang menyentuh. Banyak juga cara pandang berbeda untuk sebuah fakta yang ada. Saya menikmati peristiwa itu.
Dan salah satu sudut pandang yang menjadikan semua itu indah adalah ketika seorang Ibu guru menceritakan pengalamannya kepada kami peserta diskusi.
Beginilah cerita itu: "Saya bersyukur dapat menjadi bagian dari sekolah ini. Enam bulan pertama menjadi guru di sekolah ini saya lalui dengan baik. Hingga suatu sore saat seluruh siswa kembali ke rumah masing-masing. Saya sedang merapikan kelas dan kepala sekolah datang bertanya kepada saya:
Belum pulang Bu? Tegur kepala sekolah.
Sebentar lagi Bu.
Bagaimana kabar ibu setelah enam bulan menjadi guru di sini? Saya lihat display kelas Ibu bagus dan tertata baik. Adakah kesulitan atau hambatan yang bisa saya bantu?
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Ibu kepala sekolah itu. Saya hanya mengangguk pelan sembari senyum. Ada kata tidak yang lirih saya ucapkan. Sapaan Ibu kepala sekolah benar-benar telah menyentuh hati saya. Saya meneteskan air mata setelah sendiri di dalam kelas".
Begitulah sepenggal cerita yang juga membuat saya berpikir, bahwa sesungguhnya guru adalah juga siswa bagi kita yang kepala sekolah. Untuk itu maka, menjadilah kepala sekolah yang dicintai oleh para gurunya.
No comments:
Post a Comment