Ada hubungan erat antara Idul Fitri dan Reuni. Paling tidak ini yang saya alami. Karena dalam dua kali Id saya ikut dalam perhetan reuni. Id 2008 saya hadir dalam reuni sekolah. Dan Id 2009 saya ikut reuni tempat kerja.
Id 2008 atau 1429 H, kami berkumpul di sekolah pendidikan guru (SPG) Bruderan di Purworejo dalam rangka reuni, atau saya lebih suka menyebut sebagai silaturahim. Saat itu tepat tanggal 7 Oktober 2008 yang juga Id hari ke-7. Panitia berpikir akan banyak yang akan datang jika bersamaan dengan waktu Idul Fitri. Benar saja, menurut pengakuan beberapa teman yang lebih dari sekali datang saat reuni, reuni tahun 2008 adalah reuni yang paling berhasil mengumpulkan banyak alumni untuk datang. Sebelumnya, reuni diselenggarakan pada saat leburan sekolah diluar hari Idul Fitri.
Ya, bagi saya sendiri, sebagai bagian dari orang yang dibesarkan di kampung, dan orangtua masih lengkap dan setia dengan kampung halamannya, pulang bersilaturahim pada hari Idul Fitri adalah sebuah dorongan yang luar biasa dahsyatnya. Dan karena di Jakarta juga tinggal seluruh keluarga Istri, maka pulang selalu di Id hari ke-2 atau ke-3. Sehingga kemacetan sudah berlalu. Terlebih pada Id tahun 2008 kala itu.
Banyak teman yang membuat saya harus melakukan tebak muka. Karena kami terpisah oleh waktu lebih kurang 24 tahun. Diamana sebagaian kami tidak saling berjumpa lagi setelah kami lulus pada Juni tahun 1984.
Namun saat itu ada juga rasa menyesal, karena ada diantara sahabat kami yang tidak atau berhalangan atau bahkan ada dengan sengaja tidak menghadiri penggilan persahabatan dalam reuni itu.
Saya Gus, tidak peduli meski baru saja diangkat sebagai PNS setelah menjadi honor selama nyaris 2o tahun! Dan mungkin diantara teman SPG, sayalah yang paling belakangan menerima pengangkatan. Tapi saya datang. Karena momen ini adalah momen persahabatan. Saya tidak akan malu kepada sahabat bahwa saya yang paling terakhir diangkat. Itu yang ada dipikiran saya. Sedang mereka (teman yang tidak hadir dalam reuni), merasa malu karena masih naik sepeda motor (...). Tutur sahabat karib saya, Saridi, yang tinggal di Krendetan, Bagelen, Purworejo.
Apa yang disampaikan teman saya itu, menjadi sebuah refleksi bagi saya setelah pertemuan di aula sekolah kami tahun 1981-1984 itu. Saya berpikir bahwa, kadang kita masih terperosok pada fenomena siapakah saya. Sehingga karena saya belum menjadi siapa-siapa, maka lebih baik saya menunda bertemu sahabat.
Padahal, dalam persahabatan yang dilandasi rasa tulus pertemanan, siapa saya menjadi tidak berharga.
Demikian pula dengan reuni saya pada Id 1430 H atau 2009. Jauh hari sebelum Ramadhan datang, ada sahabat saya dari UK yang kebetulan mudik mengajak kita bertemu di sebuah warung yang ada di Mal di daerah Cilandak Jakarta Selatan. Saat itu disepakati kalau kita akan bertemu kembali saat buka puasa di almamater kita di Bintaro. Tetapi hingga sahabat kami kembali ke UK, undangan itu tidak terjadi juga. Hingga pada akhirnya seorang dari kami berprakarsa untuk silaturahim bersama di rumah yang saya tempati di Slipi.
Dan dari pertemuan kami, ada rasa tulus. Yang adalah tali persahabatan untuk selalu mengikat pertalian kita bersama. Dan pertemuan dengan berbagi cerita tentang perjalanan kami masing-masing akan menguatkan persahabatan berikutnya.
Cipete 3, Cilandak, Jakarta Selatan, 27 September 2009.
No comments:
Post a Comment