Dalam catatan saya sebelumnya berkenaan dengan penilaian kinerja, saya sampaikan bahwa langkah berikutnya setelah menggunakan parameter yang relatif sama, maka saya meminta kepala unit kerja untuk mendiskusikan dan sekaligus membuat usulan bagi perbaikan dari parameter penilaian kinerja yang telah ada. Dan hasilnya adalah melakukan langkah penajaman pada indikator yang ada dalam parameter tersebut. Misalnya untuk indikator kehadiran, bila pada sebelumnya rubrik yang ada untuk setiap skor dilihat blur dan kurang tajam, maka pada penilaian kinerja yang baru kami buat lebih mudah dan terhitung. Misalnya untuk skor sempurna bila seseorang sepanjang satu semester sama sekali tidak pernah datang terlambat.
Hal yang sama juga kami sampaikan beberapa penajaman pada indikator yang lainnya. Namun apa yang menjadi pemikiran positif dari sisi kami tersebut juga tidak semuanya dapat melihatnya dengan kaca mata yang sama. Terbukti, bahwa terdapat teman yang memberikan komentar atau lebih enaknya, masukan kepada kami, bahwa apa yang menjadi penajaman pada indikator penilaian kinerja juga berdampak kepada mempersulit.
Mempersulit?
Ya benar mempersulit seseorang untuk mendapatkan nilai dari penilaian kinerja yang lebih baik. Dan karena hasil kinerja dengan parameter penilaian kinerja yang telah ditajamkan, secara rata-rata menjadi menurun, maka rerata kenaikan gaji yang mereka dapatkan juga menurun dari dugaan perhitungan teman-teman.
Benarkah? Dari sisi saya sendiri, dapat saya sampaikan bahwa parameter penilaian kinerja yang lebih terukur maka memang akan memudahkan bagi kepala unit kerja untuk menentukan siapa memperoleh skor berapa untuk indikator apa. Dan ini menjadikan pekerjaan Kepala Unit kerja tinggal melihat data yang ada yang dia telah siapkan.
Dengan demikian maka dapat saya katakan bahwa parameter penilaian kinerja yang kami susun bertujuan untuk menilai apa yang akan kami nilai. Dan nampaknya tujuan itu telah tercapai.
Jakarta, 6 Maret 2017.
No comments:
Post a Comment