Dalam sebuah perjalanan sekolah yang sedang giat melakukan pembelajaran diri secara internal, maka kepada kami disadarkan akan adanya sosok yang telah atau setidaknya sedang melakukan perjalanan dalam menginternalisasi semangat perubahan itu sendiri. Dan tokoh seperti ini menjadi keberuntungan buat kami ketika ada unit sekolah di bawah kami yang telah memilikinya. Namun bagaimana jika di unit sekolah ternyata tokoh itu justru tidak berada di jajaran pimpinan yang ada?
Terhadap yang telah ada, kami mensyukurinya. Kami mengajak yang bersangkutan untuk kembali menata dan kemudian membuat atau menyusun peta perjalanan menuju arah yang kita inginkan bersama sesuai dengan semangat lingkungan yang menuntut kami untuk melakukan pergerakan yang lebih cepat dan signifikan. Juga kami pastikan apa yang memang seharusnya kami jalani bersama-sama dengan guru. Termasuk di dalamnya mendiskusikan bagaimana jalan yang ingin kami lalui.
Kami buat bersama-sama parameter impian yang sama-sama kami pahami bersama. Jika keberangkatan kami itu terasa berat dan menyesakkan hati, kami akan menemui teman-teman di luar sekolah, baik kami undang beliau untuk sharing dengan kami, atau kami sendiri yang melakukan kunjungan ke beliau dalam format benchmarking, sebagai cara atau wahana bagi kami untuk terus berjalan maju. Karena dengan dua kegiatan semacam itu akan memungkinkan bagi kami mengukur diri atas koordinat sosial yang ada. Dan pengetahuan kami terhadap pada posisi mana kami berada di koordinat sosial tersebut akan memberikan semangat baru.
Kami juga mendengarkan apa yang seharusnya ada di dalam sekolah. Dan pemimpin di unit sekolah kami akan benar-benar menjadi narasumber bagi kami dalam mengambil kesimpulan dan keputusan untuk sebuah keberhasilan.
Lalu bagaimana dengan unit sekolah yang memang sosok yang dibutuhkan belum pada tataran tersebut? Tidak bisa tidak, kami harus terus bergerilya, serta memacu waktu untuk pencapaian tersebut.
Kami meminta masukan di lapangan akan seperti apakah langkah yang harus kami jalani. Bagaimana tahapan yang harus kami pilih. Apa yang sesungguhnya memang harus kami simpulkan.
Masukan-masukan tersebut kami perlukan untuk langkah berikut. Dan ketika langkah berikut telah kami pilih sebagai kesepakatan, maka itulah yang akan menjadi fokus dan komitmen kami hingga diujung perjalanan nanti kami harus berakhir. Semoga.
Setidaknya, bagi kami, sosok yang akan kami pilih sebagai pemimpin di sekolah adalah sosok yang mampu, atau setidaknya tokoh yang memiliki keinginan sangat kuat dalam menginternalisasikan visi kami dalam perjalanan membangun budaya di sekolah. Membangun visi tersebut ke dalam individunya, lingkungannya, terutama kepada seluruh guru-gurunya, yang pada akhirnya kepada seluruh masyarakat sekolahnya.
Jakarta, 29 Juni 2016.
No comments:
Post a Comment