Saya mendapat cerita dari seorang Kepala SD swasta di Jakarta atas keluhan teman sejawatnya, yaitu Kepala SD swasta juga, yang menjadi tetangga sekolah perihal kepindahan siswa atau peserta didiknya. Ini terjadi manakala ada salah seorang peserta didiknya dari sekolah tetangganya yang mencoba untuk masuk atau pindah ke sekolahnya. Namun mengingat daya tampung sekolah yang sudah maksimal, maka ia meminta calon orangtua tersebut untuk menunggu hngga ada peserta didiknya yang pindah mengikuti orangtuanya. Dan ini kadang terjadi manakala ayah atau ibu anak-anak itu harus mendapat mutasi.
Akan tetapi, nampaknya informasi bahwa ada salah seorang peserta didiknya sedang berusaha masuk ke sekolah yang ada di tetangganya, maka Ibu Kepala Sekolah yang bersangkutan mengkonfirmasi kepada teman saya.
"Mengapa sebagai tetangga dekat Ibu menerima siswa kami yang akan pindah? Semestinya sebagai tetangga, dan sekaligus sebagai sama-sama sekolah swasta, Ibu tidak perlu menerima siswa pindahan dari sekolah kami." Begitu kira-kira kalimat aduan dan komplain dari teman sejawatnya kepada teman saya yang Kepala Sekolah.
Dan ketika selesai bercerita, saya mencoba bertanya kepada teman saya yang Kepala Sekolah itu;
"Berapa usia Kepala Sekolah yang siswanya akan pindah itu Bu?" Tanya saya untuk membuka percakapan.
"Sudah seperti kita Pak. Di atas lima puluh." Jawab teman saya.
"Mengapa orangtua tersebut ingin memindahkan putranya ke sekolah Ibu padahal sekolah itu berdekatan? Pasti bukan karena lokasi kan?" Tanya saya lagi.
"Bukan Pak. Menurut orangtua itu, motivasi ingin memindahkan putranya ke sekolah kami karena ia melihat dan mengalami sesuatu yang kurang pas terhadap guru-guru yang ada di sekolahnya sekarang. Dia sudah menahan diri. Juga sudah pernah menyampaikan apa yang menjadi konsernnya kepada Ibu Kepala Sekolah, tetapi seperti angin yang berlalu." Jelas teman saya itu.
"Lalu apakah Ibu Kepala Sekolah tetangga Ibu itu tahu persis terhadap isu-isu seperti itu dari pihak orangtua siswanya?" kata saya mencoba ingin tahu lebih detil.
"Tahu Pak." Jawabnya.
"Lalu mengapa Ibu Kepala Sekolah teman Ibu itu justru 'menyerang' Ibu sebagai sekolah pilihan barunya?" tanya saya lagi.
"Ya sebagai upaya agar siswanya tidak pindah berbondong-bondong Pak." Jelas teman saya.
Saya bersyukur bahwa saya hari itu mendapat cerita teman seperti itu. Bersyukur karena sebelum ceritanya saya tulis dalam catatan saya disini, saya sudah sampaikan kepada teman-teman saya yang ada di lembaga dimana saya berada, untuk tanggap terhadap 'perubahan' lingkungan. Agar teman-teman saya selalu mampu memberikan respon terhadap informasi dari sisi positif. Agar semua masukan dilihat dari kacamata kekurangan yang ada pada diri kita sendiri sehingga tidak bersikap bertahan serta menyalahkan persoalan ke[pada orang lain. Semoga.
Jakarta, 22 Januari 2016.
No comments:
Post a Comment