Menginjak pekan ke-4, tahun pelajaran 2011/2012 ini, berita tentang pungutan uang sekolah menguat. Terutama karena rencana dari kenaikan uang BOS untuk siswa SD dan SMP mulai tahun pelajaran ini. Dimana, dalam berita sebelumnya dirilis bahwa konsekuensi dari kenaikan dana BOS untuk SD dan SMP, maka tidak diperkenankannya sekolah melakukan pungutan kepada siswanya. (http//edukasi.kompas.com pada Kamis, 28 Juli 2011).
Namun pada berita yang terbit di Republika Online hari ini, Rabu, 3 Agustus 2011, dengan judul berita; Hati-hati, Kepala Sekolah dan Guru 'Doyan Pungutan Liar' Jadi Target KPK (http//republika.co.id/). Berita ini mengutip apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, M Jasin. Hal ini tentu merupakan sebuah ancaman serius bagi sekolah, tempat dimana harkat dan martabat bangsa di masa depan dipertaruhkan. Karena seriusnya ancaman tersebut, maka saya pun ikut meminta kepada sahabat dan teman saya yang kebetulan menjadi kepala sekolah, baik di sekolah negeri atau swasta yang menjadi penerima dana BOS, untuk benar-benar memperhaikan, menyimak, dan melaksanakan apa yang menjadi berita online hari ini tersebut. Caranya? Saya kirimkan berita itu kepada mereka semua via email.
Satahu saya dari cerita teman-teman saya tersebut, sebelum adanya berita ini pun, mereka sebenarnya telah menjadikan hal ini sebagai bagian inheren bagi melaksanakan amanah jabatan yang mereka sandang. Seperti pernah diceritakan kepada saya tentang pengalaman teman saya yang di panggil bagian pengawasan anggaran pemerintah terhadap LPJ BOS yang dia buat, yang secara random akan dipilih oleh instansi tersebut. Dan pilihan itu jatuh kepada teman saya yang menjadi kepala sekolah di DKI Jakarta.
Dari pengalaman tersebut, teman saya itu menjadi jauh lebih merakan bagaimana implementasi peraturan tertulis tentang pendayagunaan dana BOS dan sekaligus prakteknya. Karena pihak auditor banyak memberikan masukan terutama dalam kelengkapan administrasi. Dan sebagai Kepal Sekolah yang sebelumnya adalah guru, ini adalah bentuk edukasi konkrit tentang bagaimana standar akutansi. Sebuah ilmu yang sebelumnya tidak pernah ia jamah.
Pungutan?
Lalu bagaimana pula dengan pungutan? Sebagai praktisi di sekolah swasta, saya merasakan ketidaktahuan mengapa sekolah harus diberikan larangan memungut? Karena, mengaca dari sumber dana yang diperlukan oleh sekolah (swasta), bukankah seluruh beaya tersebut adalah hasil dari pungutan dari orangtua siswa? Tentunya pungutan yang telah terencana dalam bentuk biaya uang pangkal dan uang SPP tiap bulannya?
Namun menggaris bawahi dari judul berita dari Republika Online tersebut di atas, adalah pungutan-pungutan yang tidak masuk kategori yang telah saya sebutkan itu (?). Allahu a'lam. Saya tidak ingin berpanjang lebar tentang hal ini. Karena sesungguhnya, tanpa ancaman atau peringatan sekalipun, sesungguhnya kita semua menyadari bahwa pungutan semacam itu berada pada ranah yang tidak semestinya dilakukan. Semoga.
Jakarta, 3 Agustus 2011.
Namun pada berita yang terbit di Republika Online hari ini, Rabu, 3 Agustus 2011, dengan judul berita; Hati-hati, Kepala Sekolah dan Guru 'Doyan Pungutan Liar' Jadi Target KPK (http//republika.co.id/). Berita ini mengutip apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, M Jasin. Hal ini tentu merupakan sebuah ancaman serius bagi sekolah, tempat dimana harkat dan martabat bangsa di masa depan dipertaruhkan. Karena seriusnya ancaman tersebut, maka saya pun ikut meminta kepada sahabat dan teman saya yang kebetulan menjadi kepala sekolah, baik di sekolah negeri atau swasta yang menjadi penerima dana BOS, untuk benar-benar memperhaikan, menyimak, dan melaksanakan apa yang menjadi berita online hari ini tersebut. Caranya? Saya kirimkan berita itu kepada mereka semua via email.
Satahu saya dari cerita teman-teman saya tersebut, sebelum adanya berita ini pun, mereka sebenarnya telah menjadikan hal ini sebagai bagian inheren bagi melaksanakan amanah jabatan yang mereka sandang. Seperti pernah diceritakan kepada saya tentang pengalaman teman saya yang di panggil bagian pengawasan anggaran pemerintah terhadap LPJ BOS yang dia buat, yang secara random akan dipilih oleh instansi tersebut. Dan pilihan itu jatuh kepada teman saya yang menjadi kepala sekolah di DKI Jakarta.
Dari pengalaman tersebut, teman saya itu menjadi jauh lebih merakan bagaimana implementasi peraturan tertulis tentang pendayagunaan dana BOS dan sekaligus prakteknya. Karena pihak auditor banyak memberikan masukan terutama dalam kelengkapan administrasi. Dan sebagai Kepal Sekolah yang sebelumnya adalah guru, ini adalah bentuk edukasi konkrit tentang bagaimana standar akutansi. Sebuah ilmu yang sebelumnya tidak pernah ia jamah.
Pungutan?
Lalu bagaimana pula dengan pungutan? Sebagai praktisi di sekolah swasta, saya merasakan ketidaktahuan mengapa sekolah harus diberikan larangan memungut? Karena, mengaca dari sumber dana yang diperlukan oleh sekolah (swasta), bukankah seluruh beaya tersebut adalah hasil dari pungutan dari orangtua siswa? Tentunya pungutan yang telah terencana dalam bentuk biaya uang pangkal dan uang SPP tiap bulannya?
Namun menggaris bawahi dari judul berita dari Republika Online tersebut di atas, adalah pungutan-pungutan yang tidak masuk kategori yang telah saya sebutkan itu (?). Allahu a'lam. Saya tidak ingin berpanjang lebar tentang hal ini. Karena sesungguhnya, tanpa ancaman atau peringatan sekalipun, sesungguhnya kita semua menyadari bahwa pungutan semacam itu berada pada ranah yang tidak semestinya dilakukan. Semoga.
Jakarta, 3 Agustus 2011.
No comments:
Post a Comment