Inilah kisah tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tingkat SMA Negeri dan sederajat di provinsi DKI Jakarta 2010. Sebuah kisah tentang reputasi pejabat di dunia pendidikan yang mengurusi sekolah setingkat SMA di wilayah DKI Jakarta 2010. Sebuah kisah yang bagi kami, calon orangtua peserta didik baru tahun pelajaran 2010/2011 yang mendaftarkan putra-putrinya melalui jalur on line, sangat menyebalkan!
Dan selain menyebalkan, proses PPDB SMA Negeri yang semula dimulai pada tanggal 1-3 Juli 2010 tersebut memunculkan tanda tanya sangat besar. Tanda tanya yang lahir dari sangka buruk kita terhadap ketidakberesan proses tersebut.
Dalam Editorialnya, Koran Tempo mengatakan bahwa kerusakan server sebagai penyebab utama dari amburadulnya penyelenggaraan PPDB SMA Negeri DKI Jakarta tahun 2010, seperti yang dikemukakan oleh Kepala Dinas Pendidikan Tinggi DKI Jakarta, Pak Taufik Yudi, disinyalir hanya sebagai usaha dalam menutupi masalah keamburadulan tersebut. Dimungkinkan adanya masalah yang lebih besar dari apa yang disampaikan kepada kalayak tersebut. Masalah apa yang dimaksud? "Tapi alasan ini layak disangsikan karena sebenarnya tak butuh waktu lama untuk mengatasi masalah kelebihan beban. Menambah bendwidth, misalnya, hanya membutuhkan waktu beberapa jam. Problem trafific data yang terlalu padat juga tak sulit diatasi."(Tempo, Selasa, 6 Juli 2010).
Saya, sebagai bagian dari masyarakat yang berkepentingan langsung dengan PPDB SMA Negeri DKI Jakarta tahun ini sehubungan salah satu anak saya yang akan masuk kelas X, berkenaan dengan karut marut ini berpendapat sebagai berikut: Pertama; Tidak visioner. Kedua; Tidak prediktif. Ketiga; Tidak komunikatif. Dalam konteks ini, saya mengesampingkan adanya beberapa bagian masyarakat yang mencium bau di sekitar 'penghematan anggaran'.
Tidak Visioner
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa alasan dropnya situs PPDB tahun ini antara lain adalah karena kerusakan server. Mengingat dalam waktu yang bersamaan situs tersebut akan diakses oleh ribuan masyarakat secara bersamaan. Logika saya, bukankah kenyataan itu adalah sesuatu yang memang seharusnya terjadi? Apakah panitia tidak sampai pada pemikiran bahwa akan banyak orang yang berkepentigan situs ini? Dan kalau sampai pada pemikiran itu, bukankah memang seharusnya kapasitas tersebut perlu menjadi pertimbangan uatamanya selain faktor yang lain?
Pada sisi ini, para pemangku yang berkepentingan dengan PPDB DKI Jakarta mestinya sampai pada kesimpulan seberapa besar dan seperti apa situs dan server tersebut harus didisain. Inilah yang saya anggap tidak visioner. Tidak mampu melihat akan seperti apa yang bakalan terjadi. Karena para pemangku itu pasti sudah mendapat seberapa banyak lulusan SMP di DKI Jakarta atau juga luar wilayah Jakarta yang berpotenti akan mendaftarkan diri untuk masuk ke sekolah jenjang SMA Negeri di Jakarta secara on line(?).
Tapi benarkah pada sisi ini para pemangku tersebut tidak sampai akalnya sehingga membuat keputusan yang mengakibatkan bahwa situs PPDB tersebut gagal diakses sepanjang tanggal 1-5 Juli 2010 tersebut? Yang tahu pasti duduk persoalannya hanyalah para pemangku inti PPDB SMA Negeri Jakarta tahun ini dan Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak Prediktif
Dan karena bekerja dengan tidak bervisi, maka implikasi logisnya tidak berpikir prediktif. Tidak berpikir apa yang akan terjadi. Tidak mencoba memprediksi secara operasional terhadap strategi dan piranti teknologi yang telah dipilihnya. Dan langkah penting dari konsep berpikir prediktif ini adalah bersimulasi. Pernahkan uji coba internal dilakukan?
Kedua kali saya ingin bertanya: Benarkah pada sisi ini para pemangku tersebut tidak sampai akalnya sehingga membuat keputusan yang mengakibatkan bahwa situs PPDB tersebut gagal diakses sepanjang tanggal 1-5 Juli 2010 tersebut? Yang tahu pasti duduk persoalannya hanyalah para pemangku inti PPDB SMA Negeri Jakarta tahun ini dan Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak Komunikatif
Saya tidak tahu, pada karut marut pelaksanaan PPDB SMA Negeri DKI Jakarta tahun ini siapakah yang menjadi korban atau yang dikorbankan. Korbannya pasti masyarakat yang mendaftarkan diri. Karena mereka harus dengan sengaja meluangkan waktu. dan iatu harus terjadi lebih dari satu hari.
Saya yakin, bahwa para panitia di sekolah juga akan mengaku sebagai korban. Tetapi dengan logika saya yang standar ini, saya berpendapat bahwa bukankah mereka menjadi sebuah sistem yang bernama PPDB SMA Negeri DKI Jakarta yang memang melayani masyarakat yang menginginkan masuk melalui jalur On Line?
Dan ketika mereka adalah satu tubuh, tampak sekali kebingungan ketika kita bertanya sesuatu atas ketidakberesan tersebut di panitia tingkat sekolah. Mereka selalu menjawab bahwa server rusak. Sempat satu dari kami nyeletuk; Server belinya harus pesan? Ini memang logika kami masyarakat yang berlatarbelakang beragam dan awan tentang IT.
Dan untuk ketiga kalinya saya bertanya: Benarkah pada sisi ini para pemangku tersebut tidak sampai akalnya sehingga membuat keputusan yang mengakibatkan bahwa situs PPDB tersebut gagal diakses sepanjang tanggal 1-5 Juli 2010 tersebut? Yang tahu pasti duduk persoalannya hanyalah para pemangku inti PPDB SMA Negeri Jakarta tahun ini dan Tuhan Yang Maha Esa.
Kami bersyukur bahwa akhirnya panitia memiliki keputusan baik dan bijaksana untuk keluar dari kemelut server rusak itu. Yaitu mengulang secara keseluruhan proses PPDB itu dari awal. Dan untuk itulah saya salut bahwa ahirnya PPDB ini masih menggunakan IT sebagai strateginya. Dan itu transparansi yang saya dan kami inginkan. Karena saya tidak tertarik untuk menggunakan cara selain egaliter dalam mengantarkan putra-putri saya hidup di negeri tercinta ini dengan dasar JUJUR!
Jakarta, 5-21 Juli 2010.
No comments:
Post a Comment