Begitulah bunyi SMS teman saya saat mengomentari pesan saya agar kita, guru dan manajemen di sekolah lebih meningkatkan pengawasan kepada siswa di sekolah. Tidak saja saat siswa berada di dalam kelas ketika belajar bersama guru, tetapi juga saat istirahat dan setelah jam pulang sekolah dan sembari menunggu jemputan.
SMS ini bermula saat saya me-reply berita dari teman berkenaan dengan musibah yang menimpa siswa di sebuah sekolah setelah jam sekolah usai (http://www.detik.com/.24Februari2010). Diberitakan bahwa siswa bermain bola saat menunggu dijemput. Sangat dimungkinkan bahwa ketika siswa bermain tanpa pengawasan guru. Meski itu memang telah usai jam sekolah.
Dalam konteks yang berbeda, teman saya yang mengirim SMS tersebut juga pernah melihat siswa yang ada di sekolahnya bermain sepak bola pada tempat yang tidak semestinya. Dan karena dia pikir hal itu dapat mengundang bahaya kepada si siswa, maka ia menghentikan permainan tersebut. Anehnya, di lokasi yang sama ia menemukan temannya yang juga guru hanya terdiam ketika melihat para siswanya bermain bola. Maka ungkapan bahwa guru tersebut telah sirna rasa kekhawatirannya, adalah ungkapan kata yang pas menurut saya.
SMS teman dengan kalimat yang saya buat judul pada artikel ini adalah sebuah sindiran yang satiris. Mengejek. Menghina. Karena kita yang dalam posisi seperti itu tidak memiliki prediksi akan adanya potensi bahaya yang sangat mungkin timbul terhadap apa yang siswa lakukan. Dan ejekan serta hinaan ini dalam perspektif saya, tidak lain adalah untuk mengingatkan akal kita agar supaya ia (baca: akal) ikut terlibat untuk lahirnya sebuah rasa kasih sayang dan rasa khawatir.
Atas kejadian tersebut, saya juga akan mengaitkan dengan pengalaman yang lain lagi. Yaitu yang berkenaan dengan komplain dari anggota komunitas sekolah terhadap unsur lain yang ada dalam komunitas yang sama. Kejadian seperti ini hampir pasti ada di setiap lembaga.
Yaitu guru komplain terhadap anggota Satpam yang kurang betul saat melaksanakan suatu tugas. Sayangnya, temuan ketidakbenaran tersebut tidak disampaikan dalam kerangka problem solving. Tetapi lebih kepada ejekan. Karena Satpam di lembaganya adalah Satpam dari lembaga lain yang kebetulan bekerjasama dengan sekolahnya.
Maka saya berkomentar melalui e-mail seperti ini: Saya juga ingin sekali menggugah ingatan kita semua, berkenaan dengan per-Satpam-an, bahwa peran user (baca: komunitas sekolah) sangat penting sekali dalam memberikan masukan untuk perbaikan terhadap Satpam. Tetapi harap juga dilihat bahwa masukan tersebut harus dalam dalam bentuk atau kerangka problem solving, dimana ketika ada sekecil apapun masukan, tolong disampaikan kepada yang berkompeten, berarti penanggungjawab Satpam, dan sebisa mungkin saat itu juga. Jangan ditunda dan akan menumpuk. Demikian tulis saya dalam e-mail untuk seorang teman yang sedang dirundung malasah per-Satpam-an.
Dan saya melanjutkan tulisan saya tersebut:
Saya mengibaratkan hal tersebut dalam kerangka interaksi antara guru dan siswanya di kelas. Ketika sesuatu yg tidak diinginkan terjadi, tetapi kebetulan itu adalah siswa dari unit lain, misalnya, guru TK melihat kejadian di siswa SD. Maka bentuk CARE kita terhadap sesuatu yang terjadi tersebut bisa diimplementasikan dengan cara:
1. Menegur langsung siswa yang bersangkutan. Untuk kemudian memberitahukan kepada kepala unit dimana siswa itu berada, untuk menjadi laporan dan untuk penindakan selanjutnya. Atau,
2. Kita mencari tahu nama anak yang bersangkutan, mengingat detil kejadiannya, lalu melaporkan kepada kepala unit dimana siswa itu berada untuk menjadi laporan dan penindakan selanjutnya.
Dan tulisan itu saya akhiri dengan kesimpulan:
Jika pilihan 1 yang Anda lakukan, maka Anda telah menjadi guru yang memilki rasa sebaik-baik CARE. Jika pilihan 2 yang Anda lakukan, maka Anda telah menjadi guru yang memilki rasa lumayan CARE. Dan jika tidak ada pilihan yang Anda lakukan, maka Anda telah menjadi guru yang belum CARE.
Saya hanya ingin mengingatkan kita semua bahwa menjaga siswa selama yang bersangkutan berada di sekolah, adalah tugas utama kita sebagai pendidik. Yaitu guru yang tidak sekedar mengajar di dalam kelas!
Jakarta, 25 Februari 2010
Saya hanya ingin mengingatkan kita semua bahwa menjaga siswa selama yang bersangkutan berada di sekolah, adalah tugas utama kita sebagai pendidik. Yaitu guru yang tidak sekedar mengajar di dalam kelas!
Jakarta, 25 Februari 2010