Sering, saya dan istri berdiskusi tentang apa saja yang terkait dengan keberangkatan haji kami yang tertuda berangkat pada tahun 2022. Dan baru dapat kesempatan berangkat pada tahun 2023. Dengan komitmen untyuk melakukan pendaftaran dan pembayaran uang muka di tahun 2021 awal.
Mengingat pada pelaksanaan haji tahun 2022, dimana pemerintah Saudi masih menjadikan Covid-19 sebagai transisi, antara pandemi dan endemi, sehingga membuatnya membolehkan pelaksanaan haji terlaksana dengan kuota haji 50%. Meski pihak travel sudah menghubungi saya untuk mempersiapkan diri berangkat, bahkan seluruh persiapan termasuk suntik miningitis telah saya lakukan, dan pada detik teralkhir, yaitu pada saat pemerintah Indoenesia menutup jadwal keberangkatan haji tahun itu, saya dan istri belum juga mendapat panggilan berangkat.
Tertunda berangkat pada tahun 2022, antara lain karena selepas pandemi Covid-19, pemerintahan Arab Saudi membuka pelaksanaan haji secara normal. Baik dalam pelaksanaannya atau juga dalam kuota jumlah hajinya. Ini sesuatu yang saya dan istri syukuri tiada henti. Alhamdulillah.
Tidak jadi berangkat haji, saya meyakini bahwa memang itu yang terbaik untuk kami berdua. Tidak protes ketika pihak travel memberikan kabar tersebut via telepon. Keyakinan saya yang lain adalah, bahwa waktu berangkat nanti, Allah Swt pasti akan memberikan sesuatu yang terbaik. Pasti. Yakin sekali saya akan hal ini.
Beberapa waktu setelahnya, saya sedikit menemukan fenomena mengapa orang seperti saya tidak berangkat haji di tahun 2022 itu. Tahun dimana yang berhaji hanya 50% dari kuota normal. Yaitu pada saat saya menarik dana haji reguler yang telah kami setorkan untuk kemudian akan kami alihkan kepada anak.
Saat di depan loket kantor Dinas Kemenag Kodya, ada Bapak dan Ibu yang kebetulan mengurus hal yang sama. Maka bertanyalah kepada saya tujuan menarik uang muka ONH Reguler. Dengan tegas, beliau katakan bahwa beliau baru saja kembali dari hajinya. Diceritakan bahwa beliau bersama istri ikut haji Furoda, yang pendaftarannya baru beliau lakukan satu pekan sebelum berangkat.
"Wah, rezeki Pak Haji. Selamat! Sakti sekali Pak." Kata saya menimpali ceritanya yang membahagiakan.
"Harus berangkat Pak. Kalau tidak berangkat saya akan turunkan!" Tegasnya meyakinkan. Saya tersenyum saja. Dalam hati saya terbersit pikiran bahwa jatah saya yang sudah lunas, dan sudah dijadwalkan berangkat tahun itu mungkin tergeser dengan kepentingan seperti itu. Tapi tak apa-apa. Karena saya masih yakin dengan skenario Allah Swt.
Bahwa Allah Swt akan memberangkatkan haji saya dan istri pada waktu dan kondisi serta situasi terbaik bagi saya. Pasti. Ikhtiar saya sudah saya penuhi dengan pembayaran ONH dua tahun yang lewat, juga manasik serta persiapan tambahan lainnya.
Maka saya sering pula dalam diskusi dengan istri itu mengemukakan ancang-ancang atau siap-siap untuk menyambut bagaimana skenario Allah Swt itu. Menabak, kira-kira apa yang terbaik yang akan suguhkan kepada saya ketika nanti saya benar-benar berangkat haji? Karena musim haji berikutnya masih menungguh 11 bulan lagi.
Nah, pada waktu menunggu itulah saya dan istri benar-benar membangun impian untuk menyambut skenario Ilahi yang masih menjadui misteri.
Jakarta, 8 Maret 2024.
No comments:
Post a Comment