Saya bersyukur, bahwa bandara baru Yogyakarta, yang bernama Yogyakarta International Airport atau YIA, sekarang sudah beroperasi, meski belum sepenuhnya, lokasinya berada di tetangga kampung. Berjarak tidak lebih dari sepuluh menit dengan berkendara motor. Desa saya posisinya berada di sebelah desa dimana lokasi bandara berada. Dekat bukan?
Dan keberadaan ini menjadikan eporia di sekitar kami. Tanah-tanah pekarangan tiba-tiba di jual dengan taksiran penawaran harga yang jauh berbeda dari NJOP. Rumah-rumah kosong menjadi laku untuk disewakan kepada rombongan pekerja. Tananh-tanah gunung sebagai bahan untuk meguruk lahan bandara pada awal pembangunannya bercceran di jalan besar yang ada di kampung kami. Juga stasiun kereta api yang direvitalisasi untuk menjadi lokasi transit penumpang pesawat yang tidak menginginkan kendaraan bermotor menuju kota Yogyakarta.
Juga kata-kata promosi untuk penjualan apapun. Terutama properti, baik tanah atau juga rumah. Di jual... Lokasi dekat Bandara baru Yigyakarta... Demikian lebih kurang kata-kata yang dijadikan pemikat dari barang jualannya. Semua menjadikan bandara baru sebagai daya pikat.
Warung makan yang sebelumnya telah luamayan besar, juga dibuat menjadi lebih besar lagi dengan memperluas tidak saja ruangan untuk makannya, juga parkiran, mushala, dan toiletnya. Semua bergerak menyambut kehadiran keramaian baru di tetangga desa kami, bandara!
Tentu ini menjadi hal positif bagi semua warga yang ada di sekitar bandara tersebut. Kampung kami yag sebeklumnya adem ayem karena sedikitnya manusia bermobilisasi, sekarang mulai bergeliat meski belum hilir mudik. Stasiun kereta yang ada di desa kami, yang sebelumnya hanya untuk perlintasan kereta yang lewat, sekarang sudah ada 20 pemberentian kereta.
Pendeknya, saya, kami, layak mensyukuri ini.
Jakarta, 14 Januari 2020.
No comments:
Post a Comment