Hari ini, Selasa, 3 Juni 2014, atau tepat dua hari setelah penentuan nomor urut calon presiden yang akan bertarung dalam pemilihan presiden Indonesia pada Pemilu tanggal 9 Juli 2014, saya masih mendapat 'tekanan' dari teman-teman 'timses' tidak terdaftar. Tekanan itu berupa bujukan untuk menelan habis apa yang mereka sampaikan kepada saya. Tidak ada kesempatan yang diberikan kepada saya satu katapun. Teman itu begitu semangat dan yakinnya akan apa yang dia sampaikan kepada saya, sampai-sampai satu katapun yang keluar dari mulut saya saat dia berpendapat adalah sanggahan.
Padahal semua kami, yang mendengar dia ketika menyampaikan pendapatnya itu, tahu persis bahwa dia itu bukan siapa-siapa dalam ranah sosial kami, dan juga bagi calonnya yang selalu mendapat poin baik dan hebat dari semua sisi yang disampaikan. Inilah maka saya sebut teman saya itu sebagai tim sukses tidak terdaftar.
Jadilah apa yang disampaikan itu semua bukan sebagai bagian dari pembukaan sebuah dialog. Tetapi lebih sebagai bujukan. Seolah-olah dia ingin sampaikan kepada saya khususnya, karena tidak sependapat dengan apa yang disampaikannya, adalah kelompok yang tidak cerdas.
Dan saya perlu sampaikan juga kepadanya bahwa saya, adalah tetap sebagai pemilih yang merdeka. Oleh karenanya, tidak perlu pendapatnya itu sebagai bagian dari bujukan yang bersifat harus. Sekedar pendapat. Tetapi jika kemerdekaan saya sudah mulai tidak dihormati, maka langkah jitu untuk menghadapinya adalah 'melarikan diri' dari kerasnya bujukannya. Selamatlah saya untuk sementara waktu dari bertubi-tubinya ocehan dia.
Mengapa langkah ini yang saya ambil? Tidak lain karena percuma saja berhadapan dengan anggota tim sukses tidak terdaftar itu. Dia hanya mampu berpendapat dan tidak memiliki kemampuan untuk mendengar apa yang orang lain ingin sampaikan. Baginya, orang lain atau siapa saja yang ada dihadapannya, adalah kelompok orang-orang yang tidak tahu.
Dan sekali lagi saya tegaskan, karena saya hanya memiliki satu hak suara dalam kegiatan pilpres nanti, saya berkewajiban untuk menjadi pemilih yang merdeka. Hanya itu.
Padahal semua kami, yang mendengar dia ketika menyampaikan pendapatnya itu, tahu persis bahwa dia itu bukan siapa-siapa dalam ranah sosial kami, dan juga bagi calonnya yang selalu mendapat poin baik dan hebat dari semua sisi yang disampaikan. Inilah maka saya sebut teman saya itu sebagai tim sukses tidak terdaftar.
Jadilah apa yang disampaikan itu semua bukan sebagai bagian dari pembukaan sebuah dialog. Tetapi lebih sebagai bujukan. Seolah-olah dia ingin sampaikan kepada saya khususnya, karena tidak sependapat dengan apa yang disampaikannya, adalah kelompok yang tidak cerdas.
Dan saya perlu sampaikan juga kepadanya bahwa saya, adalah tetap sebagai pemilih yang merdeka. Oleh karenanya, tidak perlu pendapatnya itu sebagai bagian dari bujukan yang bersifat harus. Sekedar pendapat. Tetapi jika kemerdekaan saya sudah mulai tidak dihormati, maka langkah jitu untuk menghadapinya adalah 'melarikan diri' dari kerasnya bujukannya. Selamatlah saya untuk sementara waktu dari bertubi-tubinya ocehan dia.
Mengapa langkah ini yang saya ambil? Tidak lain karena percuma saja berhadapan dengan anggota tim sukses tidak terdaftar itu. Dia hanya mampu berpendapat dan tidak memiliki kemampuan untuk mendengar apa yang orang lain ingin sampaikan. Baginya, orang lain atau siapa saja yang ada dihadapannya, adalah kelompok orang-orang yang tidak tahu.
Dan sekali lagi saya tegaskan, karena saya hanya memiliki satu hak suara dalam kegiatan pilpres nanti, saya berkewajiban untuk menjadi pemilih yang merdeka. Hanya itu.
Jakarta, 3 Juni 2014.
No comments:
Post a Comment