Peribahasa bagaikan anjing dengan kucing ini dapat kita artikan antaralain adalah sepasang sahabat yang saling menyayangi tetapi sekaligus saling bermusuhan. Keduanya tidak atau sulit untuk dapat dipisahkan. Sebagaimana hewan anjing dan kucing. Keduanya saling membutuhkan untuk bercengkerama tetapi saling pula beradu suara. Lebih kurang seperti itu pulalah kisah dua sahabat yang kebetulan keduanya adalah anak didik saya di sekolah. Mereka berdua seperti sepakat untuk sama-sama berbadan subur. Juga sama-sama bersemangat untuk saling mengejek dengan kesuburan badannya masing-masing. Dan tidak salah kiranya bila salah satu dari gurunya di kelas menjuluki persahabatan keduanya dengan istilah anjing dengan kucing.
Pada suatu sore sepulang jam sekolah, kami terlibat pembicaraan ringan dengan keduanya dipinggir lapangan basket yang juga lapangan futsal yang juga dapat sebagai tempat tunggu jemputan bagi anak-anak yang belum dijemput pulang. Kami bertiga berdiri di dekat tiang bendera lapangan itu. Satu dari sepasang sahabat itu memancing amarah temannya dengan cara melontarkan pertanyaan atau mungkin tepatnya pernyataan dengan suara yang sengaja dapat didengar sahabatnya.
- Siapa menurut Bapak yang lebih gendut antara saya dengan dia? Katanya sambil telunjuknya diarahkan kepada sahabatnya itu.
- Pasti dia ya Pak. Sahut temannya yang berada di ujung telunjuk jarinya.
- Bukan, kata Pak Agus kamu yang lebih jelek. Timpalnya dengan membuat kesimpulan sendiri. Dan tak mau kalah dengan apa yang dinyatakan sang teman, sahabat itu langsung menimpali;
- Benarkan. kamu memang yang lebih gendut.
- Loh bukan. Kapan Pak Agus ngomongnya?
- E... Bully itu Pak. Dia sudah bully. Sergap teman yang lain lagi dari arah belakang kami. Orang ketiga itu membuyarkan diskusi kami bertiga. Karena dengan pernyataan bully tersebut, kami menjadi stop berbicara sambil masing-masing menahan diri.
Itulah lebih kurang gambaran bagaimana sengitnya kadang-kadang bentuk persahabatan antara dua sahabat tersebut. Masing-masing secara bergantian saling mengejek dan menimpali. Masing-masing secara bergantian pula untuk saling mendahului dalam melontarkan ejekan. Tetapi mereka toh tetap bersahabat.
Sayangnya, keduanya harus berpisah mulai awal tahun pelajaran 2012/2013 ini. Karena masing-masingnya memilih sekolah lanjutan yang berbeda. Saya tidak tahu apakah keduanya nantinya benar-benar tidak akan bersahabat lagi.
Boarding School
Perpisahan persahabatan mereka karena pilihan sekolah yang berbeda itu. Yang seorang tetap melanjutkan ke sekolah lanjutan yang ada di sekolah sebelumnya, namun yang satunya memilih untuk di boarding school. Sebuah pilihan yang super hebat bagi anak yang lahir, besar dan hidup dalam lingkungan berkecukupan di Jakarta. Pilihan yang sebenarnya membuat kami, sebagian dari gurunya yang harus mengangkat dua ibu jari. Karena kami ingat sekali bagaimana anak tersebut harus dijemput pulang malam-malam oleh ayahnya ketika kegiatan perkemahan di daerah Puncak, Bogor.
Tapi apapun kelanjutan dari kisah perjalanan persahabatan keduanya nanti, bagi kami keduanya telah menggoreskan kenangan tentang bagaimana anjing dan kucing dalam besahabat...
No comments:
Post a Comment