Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

30 June 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #26; SMS dan Surat Kaleng

"Menyampakan keberatan dan masukan untuk pengelola sekolah. Bahwa ada Kepala Sekolah yang terpilih, yang sebelumnya bukan sebagai Wakil Kepala Sekolah? Apakah ini yang namanya kaderasasi?" Demikian SMS yag diterima teman dari nomor yang selama ini tidak tercatat di seluler kami semua. Saya pribadi setelah mendapat forward dari teman yang mendapat SMS tersebut mencoba mengecek kepada teman yang lain tentang nomor asing tersebut. Tetapi semuanya tidak pernah mencatat dengan nomor yang ada. Akhirnya kami sepakat untuk tidak perlu menjadikan SMS tersebut sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Kaderisasi? Memang seharusnya demikian. Ketika seorang Kepala Sekolah karena suatu hal apa dan mengharuskannya untuk bertukar tempat atau mutasi atau bahkan pensiun, maka penggantinya yang paling dekat adalah salah satu dari wakilnya yang ada. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua para wakil kepala sekolah, meski menduduki jabatannya tersebut lebih dari lima tahun, tidak semuanya memiliki kompetensi untuk memimpin sebuah sekolah.

Itu jugalah yang antara lain menjadi kendala bagi kami yang mengelola sekolah swasta. Pemilihan akhirnya kami buka untuk guru selain  yang mendapat tugas sebagai Kepala Sekolah. Ada yang masih posisi guru, bahkan guru muda dengan pengalaman bekerja pada posisi guru lebih kurangnya 10 tahun.

Maka ketika dalam panel diskusi yang kami gelar secara terbuka, termasuk diantaranya adalah memberikan kesempatan kepada semua Wakil Kepala Sekolah dan juga para guru-guru untuk mengajukan tulisan yang memberi isyarat untuk mau terlibat dalam audisi yang kami gelar.

Dan ketika audisi berakhir, kemudian kami harus mendiskusikan untuk mengumpulkan semua informasi yang ada guna mengambil kesimpulan, maka justru semua Wakil berguguran dikalahkan oleh seorang guru yang berkobar semangatnya, jelas strategi penerapannya, serta fokus kepada penanganan operasional sebuah sekolah.

"Kami menyayangkan atas terpilihnya si A karena sebelumnya si A bukankah adalah seorang Wakil Kepala Sekolah?" Demikian antara lain bunyi sebuah kalimat yang saya terima langsung dari pengirim via pos surat. Surat tanpa nama lengkap pengirim selain hanya mencantumkan inisial. Yang sekali lagi sulit bagi kami untuk dapat menemukan siapakah orang tersebut?

Dan sama penanganannya. Kami tidak terlalu  menjadikan SMS dan surat kaleng tersebut sebagai masukan berharga. Hasil rapat kami tetap pada keputusan awal kami untuk emilih mereka yang telah memberikan keyakinan kepada kami sebagai pengeliola tentang bagaimana melakukan pengelolaan sekolah swasta yang baik.

Mungkin orang dalam yang telah membuat surat kaleng dan mengirimkan SMS itu memiliki keyakinan akan efektivitas atas apa yang dimintanya, untuk kemudian kami terpengaruh sehingga keputusan yang kami ambil bisa fatal. Namun kami justru meyakinkan diri bahwa apa yang telah kami diskusikan dan kami simpulkan tersebut adalah suatu hal yang baik, Demikian.

Jakarta, 30 Juni 2016.

29 June 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #25; Pemimpin di Sekolah

Dalam sebuah perjalanan sekolah yang sedang giat melakukan pembelajaran diri secara internal, maka kepada kami disadarkan akan adanya sosok yang telah atau setidaknya sedang melakukan perjalanan dalam menginternalisasi semangat perubahan itu sendiri. Dan tokoh seperti ini menjadi keberuntungan buat kami ketika ada unit sekolah di bawah kami yang telah memilikinya. Namun bagaimana jika di unit sekolah ternyata tokoh itu justru tidak berada di jajaran pimpinan yang ada?

Terhadap yang telah ada, kami mensyukurinya. Kami mengajak yang bersangkutan untuk kembali menata dan kemudian membuat atau menyusun peta perjalanan menuju arah yang kita inginkan bersama sesuai dengan semangat lingkungan yang menuntut kami untuk melakukan pergerakan yang lebih cepat dan signifikan. Juga kami pastikan apa yang memang seharusnya kami jalani bersama-sama dengan guru. Termasuk di dalamnya mendiskusikan bagaimana jalan yang ingin kami lalui. 

Kami buat bersama-sama parameter impian yang sama-sama kami pahami bersama. Jika keberangkatan kami itu terasa berat dan menyesakkan hati, kami akan menemui teman-teman di luar sekolah, baik kami undang beliau untuk sharing dengan kami, atau kami sendiri yang melakukan kunjungan ke beliau dalam format benchmarking, sebagai cara atau wahana bagi kami untuk terus berjalan maju. Karena dengan dua kegiatan semacam itu akan memungkinkan bagi kami mengukur diri atas koordinat sosial yang ada. Dan pengetahuan kami terhadap pada posisi mana kami berada di koordinat sosial tersebut akan memberikan semangat baru.

Kami juga mendengarkan apa yang seharusnya ada di dalam sekolah. Dan pemimpin di unit sekolah kami akan benar-benar menjadi narasumber bagi kami dalam mengambil kesimpulan dan keputusan untuk sebuah keberhasilan. 

Lalu bagaimana dengan unit sekolah yang memang sosok yang dibutuhkan belum pada tataran tersebut? Tidak bisa tidak, kami harus terus bergerilya, serta memacu waktu untuk pencapaian tersebut.

Kami meminta masukan di lapangan akan seperti apakah langkah yang harus kami jalani. Bagaimana tahapan yang harus kami pilih. Apa yang sesungguhnya memang harus kami simpulkan.

Masukan-masukan tersebut kami perlukan untuk langkah berikut. Dan ketika langkah berikut telah kami pilih sebagai kesepakatan, maka itulah yang akan menjadi fokus dan komitmen kami hingga diujung perjalanan nanti kami harus berakhir. Semoga.

Setidaknya, bagi kami, sosok yang akan kami pilih sebagai pemimpin di sekolah adalah sosok yang mampu, atau setidaknya tokoh yang memiliki keinginan sangat kuat dalam menginternalisasikan visi kami dalam perjalanan membangun budaya di sekolah. Membangun visi tersebut ke dalam individunya, lingkungannya, terutama kepada seluruh guru-gurunya, yang pada akhirnya kepada seluruh masyarakat sekolahnya.

Jakarta, 29 Juni 2016.

Mudik 2016 #11; Persfektif Saya, Menikmati Perjalanan

Sering ketika kami sampai  di kampung halaman, dan ternyata saudara yang juga asal Jakarta telah terlebih dahulu sampai di kampung halaman, tidak jarang saya menerima pertanyaan yang saya sendiri menjadi orang yang lelet dalam mengendara, atau terlalu lama berada di jalanan. Tentunya ini dengan membandingkan waktu tempuh perjalanan saya dengan saudara lain yang dikenal dan diketahuinya.

"Jam berapa berangkat dari Jakarta Gus?" Begitu biasa kalimat tanya kepada saya ketika kami bertemu. Ini karena saya harus berangkat ke kampung H+1 dan kami bertemu dengan keluarga pada hari lebaran ke-3. 

Pertanyaan sederhana sebenarnya, tetapi pertanyaan ini berangkat dari mind set yang berbeda antara beliau dengan saya sendiri dalam memaknai perjalanan mudik. Dan karena berbeda sudut pandang tersebut, maka istri saya sendiri selalu menolak ketika kami diajak bersama di kendaraan beliau atau sebaliknya kalau beliau ingin bersama kami. Letak keberatan terlebih karena perjalanan bersama dia akan membutuhkan daya tahan kami dalam menahan buang air. Karena sepanjang perjalanan kami, beliau biasa akan berhenti untuk keperluan seperti itu dan lain-lain tidak lebih dari dua atau tiga kali. Mengingat prinsip perjalanannya adalah mengejar waktu secepatnya. Sedang perjalanan mudik saya, untuk keperluan istirahat dan keperluan lain-lainnya, tidak kurang dari lima atau enam kali. Dan waktu untuk itu paling cepat masing-masingnya adalah tiga puluh menit.

Menikmati?

Memang kata inilah yang menjadi visi perjalanan mudik saya. Apapun situasinya saya selalu menanamkan kepada anggota perjalanan saya untuk menikmatinya. Menikmati kebersamaan dalam kendaraan yang ada dalam suasana diskusi, tukar pikiran, atau bahkan sekedar mendengarkan cerita anak atau anggota perjalanan. Dan ini menjadi bagian momentum yang luar biasa buat kami.

Menikmati semua kondisi perjalanan yang ada apapun itu. Ketika rute yang kami ambil adalah pegunungan antara Pekalongan, Kajen, Kalibening, Karang Kobar, Banjarnegara, hingga tembus ke Wadas Lintang di perbatasan Wonosobo dengan Kebumen yang penuh selingan tanaman pertanian, maka kami akan selalu mengaguminya. Sesekali anak saya akan mengabadikan hijaunya daun tembakau atau teh atau kol dengan selulernya. Demikian juga ketika kami harus menjadi bagian dari mengantri ketika keluar dari tol Palimanan di tahun 2014 lalu pada pukul 10.00 dan baru masuk di gerbang tol Cikampek pada pukul 21.00.

"Apakah kamu tidak takut memilih jalur alternatif yang tidak biasa seperti itu? Nanti kalau ada apa-apa? Berapa lama kamu lewat jalur itu?" Kembali pertanyaan saudara saya dengan persfektif berpikir yang masih sama, pragmatis. Dan saya menjawabnya dengan kalem. Bahwa perjalanan mudik bagi saya adalah perjalanan wisata. Dengan begitu saya harus menikmati setiap ruas jalan yang menjadi pilihan saya. Dan saya selalu menginginkan situasi yang baik, menyenangkan, sekaligus mengesankan. Oleh karenanya, saya selalu berpikir baik dalam setiap perjalanan saya.  InsyaAllah.

Jakarta, 29 Juni 2016.

15 June 2016

Mudik 2016 #10: Rencana Bertemu Teman Sekolah

Memang hanya liburan di saat lebaran yang sulit untuk tidak menjadi magnet bagi saya dan teman-teman yang tumbuh dan besar di kampung halaman. Karena kerinduan akan masa lalu atas persahabatan kami itu menjadi daya tarik untuk juga bersama-sama memutuskan tempat dan hari bertemu ketika kami sedang mudik dan berada di kampung halaman. Dari beberapa hari yang tidak lama itu, kami menyisihkan waktu untuk bertemu melepas rindu dan sekaligus 'mengisi batere' buat kami untuk kembali segar dan bersemangat menuju ke depan.

"Jadi kapan enaknya kita bertemu teman-teman?" Demikian salah seorang dari kami yang ada di grup zaman sekolah, yag sekarang menjadi kepala sekolah di daerah Depok. 

"Menunggu longgarnya waktu saya usul Sabtu tanggal 9 atau Minggu tanggal 10. Kalau terlalu dekat Idul Fitri kita semua masih sibuk silaturahim dengan keluarga." Kata yang lain menimpali usulan teman yang pertama. 

"Jangan lupa ya kalau pertemuan nanti adalah pertemuan lintas angkatan. Jadi siapa saja boleh datang. Kalau ada yang belum kenal yang disitulah kita nambah kenalan." Kata yang lain lagi.

"Soalnya akan ada pada Idul Fitri hari ke tujuh akan ada pertemuan angkatan 84. Walaupun ini pertemuan tidak melarang angkatan berapa saja untuk ikut serta dalam pertemuan yang dapat terselenggarakan hanya satu tahun satu kali di saat Mudik Lebaran." Lanjutnya. Teman saya ini sekarang menjadi pengawas sekolah di daerah Purwokerto.

Pendek kata, percakapan dalam grup sekolah kami saat itu dipenuhi oleh pernyataan-pernyataan untuk menyepakati waktu bertemu. Sampai akhirnya ada seorang teman yang menjadi pengusaha di kota asal kami, menyediakan diri untuk memilihkan tempat yang luas dan nyaman untuk duduk berlama-lama, sekaligus mengorder makanan.

"Tapi saya memerlukan kepastian teman-teman untuk menentukan jumlah makanan yang diorder ya?" Katanya di akhir percakapan kami.

Jadi, mudik lebaran yang menjadi perjalanan luar kota yang dilakukan secara serentak, selain untuk ajang silaturahim keluarga besar masing-masing kami yang dari kampung halaman adalah juga ajang bagi temu kangen dengan teman-teman sekolah. Teman-teman diwaktu kami berusia muda dan tinggal di kota kabupaten yang kala itu masih sepi.

Jakarta, 15 Juni 2016.

08 June 2016

Mendadak Menyanyi!

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada akhir tahun pelajaran ini semua unit sekolah kami melakukan kegiatan kolosal. Yaitu Pentas Kesenian yang disingkat Pensi dengan format operet di KB/TK dan drama musik di tingkat SD dan SMP. Semua kegiatan dilaksanakan di gedung teater. Untuk operet di KB/TK di Gedung Pewayangan, Jakarta, Untuk SD dan SMP di Teater Besar Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Operet KB/TK sepenuhnya mengandalkan rekaman, meski demikian semua lagu pengiringnya adalah lagu yang diciptakan sesuai dengan teman operet yang dipentaskan. Sedang untuk pertujukan SD dan SMP sepenuhnya live. Tidak menggunakan rekaman, termasuk musik pengiringnya. Sementara untuk lagu-lagunya, jika di tingkat KB/TK guru yang menulis syairnya, maka di SD dan SMP syair ada yang ditulis oleh siswa. 

Dan hal yang unik lainnya adalah, seluruh siswa yang ada di unit sekolah yang ada menjadi pemain tidak ada kecuali. Semua berada di panggung dalam alur skenario yang telah dibuat oleh teman-teman guru yag tergabung dan Komite Pensi Sekolah.

Alhamdulillah pelaksanaan Pensi ini semuanya berjalan dengan lancar dan luar biasa hebat. Sebagaimana yang disampaikan oleh para orangtua siswa dan juga beberapa diantara ada eyang yang menyampaikannya kepada saya langsung ketika kami bertemu di pintu keluar gedung pertunjukan.

Selain sukses, saya juga membuat catatan istimewa kepada anak-anak yang ternyata dengan penuh rasa percaya diri melantunkan sekaligus mengumandangkan suara lantangnya di panggung dalam menyanyikan lagu. Ini hal yang membuat saya terkagum mengingat beberapa anak tersebut selama ini tidak pernah terlihat dan muncul untuk menyanyikan lagu. Baik di acara kelas atau acara sekolah selain Pensi. Kok bisa? Tetapi itulah kenyataanya. Dan mereka tidak sekedar melantunkan sebuah lagu tetapi juga menghayati sekaligus berakting di panggung yang seluas lapangan basket!

"Suara saya cempreng Pak" kata salah seorang diantara siswa itu ketika dirinya ditunjuk untuk menyanyikan lagu dalan sebuah scene pertunjukan kepada guru musik yang membimbingnya.

"Saya butuh suaramu yang warnanya sesuai dengan karakter drama kita. Dan di sekolah ini hanya kamu yang memiliki suara yang pas dengan karakter pemerannya." Kata gurunya memberikan keyakinan kepada siswa untuk tetap berlatih dan menghafal syair yang harus disenandungkan di atas panggung.

Dan bagaimana ketika anak itu benar-benar menyanyi? Saya harus keluar dari ruang kerja ketika suara khasnya itu melantun di hall sekolah ketika mereka semua melakukan latihan menjelang hari pertunjukan. Dan saya seperti menemukan jenis suara yang berbeda dan asing ketika beberapa mereka harus memerankan sebagai penyanyi...

Jakarta, 8 Juni 2016.

07 June 2016

Mudik #2016 #9; Berharap Infrastruktur Enak

Satu hal yang menjadi harapan baik bagi para pemudik dalam perjalanan mudiknya, utamanya pada saat libur lebaran,  adalah tersedianya infrastruktur jalan yang memadai. Buat saya memadai itu adalah enak di sepanjang perjalanan. Atau standarnya adalah tersedianya jalanan yang memang layak untuk dilalui dengan kecepatan kendaraan 60 kilo meter per jam. Jadi jalanan yang memang dibuat dengan rata dan tidak bergelombang karena hanya ditambal jika ada yang berlobang tanpa proses dikupas terlebihdahulu.

Pada perjalanan di malam hari, selain jalanan yang rata dan tidak ada jebakan lubang atau jebakan jalan tambalan, adalah adanya marka jalan yang memang masih menyala ketika sorot lampu kendaraan menerpanya. Juga bantuan spot light yang ada di pinggir jalan, utamanya ketika jalan berkelok. 

Jika itu telah tersedia, dan jalan yang saya harus tempuh terkendala kemacetan, semua itu menjadi kendala yang bukan dari kontribusi pemerintah. Itu karena boleh jadi volume kendaraan yang berlebih. Dan ini masih lumprah mengingat mudik di masa lebaran adalah bentuk reuni akbar. Baik dengan keluarga besar untuk tujuan berkumpul di kampung halaman, atau juga keinginan untuk bersilaturahim dengan masa lalu masing-masing. Apakah masa lalunya dengan teman sepermainan di kampung halaman, apakah dengan masa lalu bersama teman saat di bangku sekolah.

Dan karena ini sebagai harapan saya, yag adalah bagian dari masyarakat pengguna jalan, maka bukan menjadi tuntutan. Apalagi jika tempat yang harus saya lalui adalah pemerintah daerah yang para kepala daerahnya saya tidak berkontribusi untuk memilihnya. 

Namun demikian saya bersama keluarga ketika melalui jalan yang dalam kondisi terawat baik atau yang buruk sekalipun, pasti akan menyebut mereka itu dalam percakapan kami. Yang bagus akan kami sebut sebagai daerah yang para pemimpinnya dapat menjadi teladan bagi anak-anak kami. Demikian pula yang buruk, kami pun akan berdiskusi bersama agar model pemimpin yang ada di daerah tersebut jangan pernah menjadi teladan baik. Mereka adalah para pemimpin yang harus dihindari.

Inilah yang dalam tulisan saya sebelumnya saya sampaikan bahwa infrastruktur setiap daerah yang kami lalui dalam perjalanan pergi dan pulang ketika mudik adalah cermin bagi para pemimpin daerahnya...

Jakarta, 7 Juni 2016.

06 June 2016

Mudik 2016 #8; Strategi Mudik

Di parkir basement sebuah perkantoran, saya bertemu dengan teman lama di tempat kerja yang lama juga. Pertemuan yang sesungguhnya tidak terlalu saya rencanakan dari awal. Oleh karena itu saya justru sedikit kaget.

"Kapan mudik dan bagaimana?" Tanyanya kepada saya. Begitu dia keluar dari kendaraan dan memarkirkannya di dekat saya berdiri.

"Kalau saya pasti lebaran dulu di Jakarta. Karena keluarga istri semua berada di Jakarta. Kami biasanya akan bertemu beramai-ramai di rumah salah seorang dari kami. Jadi, berangkat mudik tahun ini saya  hari lebaran ke-2." Begitu jawaban saya.

"Bapak sendiri kapan berangkat ke kampung?" Saya balik bertanya kepada teman yang saat bersama-sama di kantor dulu adalah orang paling giat dan konsisten dalam menjalankan salah satu solat sunnah.
Adanya aplikasi ini memungkinkan kita mengetahui kondisi jalan di 'depan' kita. Sehingga memungkinkan kita untuk memilih jalur yang relatif lancar. Terimakasih RTTMC Hubrat.

"Sepertinya nanti awal-awal berangkatnya. Saya naik kereta. Kendaraan sudah saya kirim kemarin ke kampung. Jadi nanti naik umum berangkat dan pulangnya." Jelas teman saya itu.

"Strategi yang bagus sekali. Bebas terlibat macet saat berangkat dan pulang baliknya." kata saya. Meski dalam hati saya berguman bahwa akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk strategi seperti itu. Tetapi teman lama saya ini, belakangan sedang mendapat rezeki dari buah usahanya yang tekun dan konsisten.

Sedang jika ukuran itu harus saya gunakan, maka akan menjadi berat...

Jakarta, 6 Juni 2016.

03 June 2016

Mudik 2016 # 7: Memilih Rute dan Waktu Perjalanan

Menentukan waktu dan rute perjalanan menuju ke kampung halaman dan kembali lagi ke Jakarta di mudik lebaran tahun 2016 ini untuk, paling tidak, meminimalisir efek volume kendaraan di sepanjang jalur mudik, telah saya diskusikan dengan istri dan anak beberapa waktu lalu. Hal ini penting supaya ketika jalan yang kita pilih nanti menjadi bagian dari kenikmatan dari perjalanan mudik dan sekaligus wisata.

Selain itu karena kondisi kemacetan di sepanjang jalan yang kami lalui pada mudik lebaran tahun 2014 lumayan menguras tenaga. Meski pada saat itu saya mengawali perjalanan mudik lebaran saya pada H+1, tetapi padatnya kendaraan masih luar biasa. Sebagai gambaran saja, pada saat itu saya keluar dari Gerbang Tol Pejagan sekitar pukul 09.30an, dan baru sampai perempatan Buntu di Banyumas sudah pukul 18.00. Sebaliknya, ketika perjalanan kembali ke Jakarta, pada saat itu saya keluar di pintu tol Palimanan pukul 10.00 dan baru masuk gerbang tol Cikampek di pukul 21.00. Lalu apa yang saya alami dengan waktu yang selama itu? Tidak lain selain banyaknya kendaraan sehingga laju kendaraan rata-rata adalah 15 km/jam.

Pengalaman terjebak macet di mudik lebaran tahun 2014 itu, membuat saya dan keluarga memutuskan untuk tidak mudik di waktu lebaran tahun 2015. Kami memilih mudik dilibur akhir pekan atau juga liburan sekolah. Meski anak-anak sudah tidak ada lagi yang sekolah.

Kembali dengan mudik lebaran tahun ini, 2016, dengan melihat bagaimana jika terdapat libur panjang akhir pekan dan kondisi kemacetan di jalanan sepanjang rute Jakarta-kampung halaman, maka saya harus menghitung agar sepanjang perjalanan diberikan kelancaran. Hal ini tidak lain agar waktu yang tersedia bagi kami untuk melakukan perjalanan mudik tidak teralokasikan hanya untuk antri di sepanjang perjalanan tersebut. 

Jakarta, 3 Juni 2016.

Menemani 'Perubahan' Guru #24; Berubah itu Bertahap

Sekali lagi tentang perubahan yang harus dan mau tidak mau kami lakukan di sekolahan. Baik pada tataran sistem atau juga pada tataran operasional. Dan dalam pelaksanaannya maka ia berlaku rumus setapak demi setapak. Setidaknya itulah yang kami alami dalam perjalanan memberikan pelayanan kepada generasi penerus yang duduk di dalam kelas di sekolah kami. Semoga perjalanan ini terus diberikan dan dilimpahi kekuatan dan keberkahan Allah SWT. Amin.

Bertahap? Seperti beberapa kali kami sampaian kepada teman-teman berkenaan dengan pertunjukkan kelas, dalam bentuk Assembly, atau juga pertunjukkan sekolah dalam bentuk Pentas Kesenian, hal yang disampaikan yang menurut saya telah tuntas sehingga dikemudiannya hanya menemani perjalanan pelaksanaannya, namun dalam beberapa kali perjalanan itu terdapat deviasi atau setidaknya perbedaan persepsi antara apa yang saya sampaikan kepada mereka dengan apa yang mereka tangkap.

Perbedaan ini menipis dalam perjalanan waktunya, dan secara bertahap saya mengajak teman-teman berdiskusi berkenaan dengan standar yang disepakati. Dan alhamdulillah setelah beberapa kali pelaksanaan tersebut kami ulang dan ulang di tahun-tahun sesudahnya, persepsi dan anggapan antara saya yang mengajak dengan teman-teman di lapangan yang mengejawantahkan ajakan saya dalam bentuk program pelaksanaan kegiatan di kelasnya menjadi benar-benar sinkron dan klop. 

Kenyataan ini pararel dengan seorang yang mengemudikan kendaraan. Di awal kita bisa dan berani mengendarai kendaraan di jalanan umum, maka kekurangan yang nyata dari kita adalah kemampuan untuk melihat dan menjadikan perhatian apa yang terdapat di sekeliling kita selain memandang lurus ke depan. Namun selang beberapa waktu setelah jam terbang kita naik, maka hal yang sebelumnya tidak termonitor karena posisinya berada di sekeliling kita, menjadi terkontrol. Karena kita menjadi bertambah mampu  dalam mendistribusikan perhatian.

Atas keyakinan seperti inilah kami mengusahakan untuk terus menerus mendiskusikan apa yang telah kami jalani dalam program kegiatan sekolah hingga sampai kepada esensi dari kegiatan yang dimaksud. Diskusi tersebut menghasilkan penarikan hikmah dalam setiap program kegiatan yang telah berlangsung. Dan penarikan hikmah tersebut sma artinya dengan menemukan kebermaknaan. Semoga.

Jakarta, 3 Juni 2016.